Select Menu
Select Menu

Favourite

Artikel

Opini

Tokoh

Cerpen

Humor

Tips

Seni Budaya

Gallery

» » » TEMAN MISTERIUS


alawysyihab 16.16 0



TEMAN MISTERIUS

Oleh : S_R

Ketika aku mulai mengangkat pelupuk mata, ingin bangkitkan raga, dan menyongsong masa, rasanya  masih berat tinggalkan dunia mayaku saat terlelap. Ah, mimpi tadi malam terlalu indah. Aku harus bangun meski rasa malas memberatkan tubuh ini. Iqamat subuh sudah berlalu sekitar 10 menit, terngiang teriakan emak memanggil namaku. “Mat, Rahmat...bangun, bergegaslah shalat subuh!” Huh, mau tidak mau aku harus bangkit untuk menjalankan shalat subuh. Sarung kusingkap dan aku bergegas menuju kamar mandi untuk berwudlu. Karena aku bangun telat, akhirnya aku shalat subuh sendirian. Meski wajah sudah terbasuh air, tapi kantuk masih saja nakal gelayuti mata. Dengan tenang meski tak terlalu khusyu’ aku dirikan kewajiban yang tak boleh ditinggalkan ini. Ketika salam kedua selesai, tiba-tiba si Rahman sudah berdiri di hadapanku. Rahman adalah anak yang tampan. Dia seumuran denganku, meski kami baru berteman tapi dia sangat baik. “Rahman?? Darimana kamu?? Kamu bersih sekali?”  celetukku. “ ya habis dari masjid lah, kan tadi shalat subuh berJama’ah. Aku ke sini mau jemput kamu, yuk kita mengikuti pengajian rutin. Cepetan, ntar telat!!” tuturnya padaku. Dengan senyum khasnya dia mengajakku bergegas pergi ke masjid. Tanpa ba bi bu, aku mengikuti langkahnya. Wajah Rahman selalu ramah dan teduh, aku senang berteman dengannya, dia berbeda dari yang lain. Sekitar 5 menit sudah sampai di masjid. Aku dan dia kemudian ikut membuka telinga untuk mendengarkan pengajian yang kebetulan bertemakan bagaimana harusnya kita berteman atau bergaul yang baik. Sebenarnya aku malas mendengarkannya, paling ceramahnya ya gitu-gitu aja. Tapi kulihat Rahman dengan khusyu’ mendengarkan pengajiannya. Ah, dia terlalu lurus. Tapi didekatnya lama-lama aku gak enak jika tak ikut serta mendengarkan dengan khusyu’. Hemmt!
Pukul enam tepat pengajian selesai. “Rahman, aku pulang dulu ya, soalnya aku harus sia-siap berangkat sekolah ni..”pamitku padanya. “Eit.. jangan pergi buru-buru.. kita bareng aja jalannya.” Ajaknya. Dengan gaya santaiku, aku tak bisa menolaknya. Ketika di tengah jalan, kita bertatap muka dengan nenek tua yang sudah bungkuk menggendong jajanan. Seperti biasa, sikapku cuek bebek. Tapi kulihat Rahman yang tadinya jalan disampingku, bergegas lari menghampiri nenek tua itu dan membantu membawakan jajanan nenek tua itu. Aku melongo melihatnya. “Rahman, kamu ngapain?? Buang-buang waktu aja. Yuk cepetan balik!!” pintaku. Tapi si Rahman tetap membantu si nenek itu. Aku tidak tega meninggalkannya. Akhirnya aku ikut membantu Rahman membantu nenek tua itu. Ketika dikira sudah cukup jauh kami berdua membantu membawakan jajanan nenek itu, akhirnya kami berdua pamit balik. Nenek itu terlihat sangat gembira dan sangat berterimakasih padaku dan Rahman. Entah kenapa aku merasa begitu puas dan senang bisa membantu nenek itu. Aku melihat wajah si Rahman, ya, senyum khasnya itu, tenang dan penuh kasih sayang. Ah, andai wajahku setampan Rahman, pasti banyak yang suka padaku.
Aku berjalan putar balik untuk kembali ke rumah, tapi ketika di persimpangan jalan tiba-tiba si Rahman bilang, “ Mat, sudah sampai di sini aja za, aku mau pamit pulang juga.” O, emangnya rumah kamu di mana?? Koq aku gak pernah tahu rumahmu??” tanyaku. “Ah, kamu tak perlu tahu rumahku mana. Rumahku sangat jauh dari sini.” Katanya. “loh, kalo jauh koq lo bisa sampai sini dan ketemu gue.” Pertanyaan heranku. “yaa itu nanti kamu juga tahu alasannya. Udah dulu za.. aku udah ditunggu banyak orang...” katanya dengan gugup. Terakhir senyum khasnya itu mekar dari bibirnya. Dari kejauhan, aku mendengar suara emak memanggil-manggil namaku. “Mat, Rahmaat...banguun... udah siang.. jangan tidur aja...!! aku gelagapan mendengar jeritan emak ditelingaku. Ternyata kejadian tadi hanya daun tidur, eh, bunga tidur maksudnya. Hhuuahh, ternyata aku tertidur pulas di atas sajadah setelah sholat subuh. Aku teringat si Rahman, sebenarnya dalam dunia nyata tak ada Rahman yang menjadi temanku. Itu hanya dalam mimpi. Kulihat jam dinding udah menunjukkan jam tujuh kurang seperempat. Wah, gawat! Telat berangkat sekolah ni..” emak koq gak bangunin Rahmat dari tadi sih??” protesku pada emak. “emak tu habis pergi ta’ziyah dan baru datang. Lah kamu jadi anak laki-laki koq lemos banget.”celoteh emak. “Ta’ziyah?? Emangnya siapa yang meninggal mak??” tanyaku. “itu, cucunya mbah Darmi yang jualan jajan meninggal. Kasihan, baru umur dua tahun nyawanya sudah dijemput sama Gusti Allah.”jawab emak. “Ooo, siapa nama cucunya mak??” Tadi emak dengar sih namanya Rahman. Mirip kayak nama kamu Mat.” Hahh!!!! “Kenapa kamu le?? Koq kaget gitu, o ya, tadi kamu udah beneran sholat subuh belom??” selidik emak. “ya sudah lah mak, tapi ( sambil ingat-ingat ) tadi aku... belum salam mak.” Oalah...!!!!

«
Next
Posting Lebih Baru
»
Previous
Posting Lama

Tidak ada komentar

Leave a Reply