Mengembalikan Hak dan Nilai Qurban
alawysyihab
17.24
0
Mengembalikan Hak dan Nilai
Qurban
By : Iid Muhyiddin
Cerita tentang
Nabi Ibrahim dan Nabi Ismail yang sudah
tak asing lagi kita dengar dan baca, seolah kembali terangkat di bulan Dzulhijjah,
ketika musim qurban tiba. Begitu juga pembicaraan masyarakat dan media-media
selalu berulang pada topik seputar Qurban seperti mengenai harga hewan qurban
melonjak, keramaian pasar hewan meningkat pesat dan lainya. Media televisipun
berlomba-lomba memberitakan publik figure yang beramai-ramai mempersiapkan
qurban, mulai dari kalangan artis cilik, artis senior, penyanyi, kepala daerah
hingga politisi-politisi. Hal tersebut menunjukkan nilai keagamaan di
masyarakat tidak berkurang, syiar
keagamaan tidak meredup dan kesadaran untuk berbagi dengan orang yang kurang
mampu terus terbangun. Namun terkadang pesan yang tersirat belum benar-benar
sampai pada orang yang berqurban tersebut, kebanyakan masyakat hanya mengetahui
hukum berqurban dari dongeng belaka, tanpa mengetahui hikamh yang sebenarnya
dapat mereka ambil.
Idul Adha
membawa kita mengingat kembali akan peristiwa sejarah Nabi Ibrahim, Hajar dan
putranya (nabi Ismail) yang diabadikan di dalam kitab suci Al-Qur’an, yang mana
napak tilas-nya menjadi awal tuntunan untuk udhiyah (menyembelih
hewan qurban). Sudah lazim keluarga yang telah terbangun mendambakan hadirnya
buah hati, begitu juga Nabi Ibrahim yang telah berpuluh-puluh tahun menikah
dengan siti Syarah namun tidak kunjung memperoleh buah hati, hingga akhirnya
siti Syarah mengusulkan suaminya untuk menikahi siti hajar, dari pernikahan
dengan istri kedua inilah Nabi Ismail lahir. Saat Nabi Ismail menginjak usia
remaja, Sang Bapak diminta untuk menyembelih anak yang disayanginya sebagai
bentuk pengorbanan kepada Tuhan. Dengan keikhlasan dan keyakinan yang kuat Keduanya rela melaksanakan perintah tersebut. Tuhan
pun mengganti pengorbanan tersebut dengan kambing.
Pengorbanan
tersebut tidak lain untuk nusuk atau qurban (ibadah untuk
mendekatkan diri kepada Allah) semua itu mengajarkan kita agar rela menyerahkan
apa yang dicintai untuk dikembalikan kepada Sang Pemilik, yaiut Allah SWT,
segala apapun yang kita miliki merupakan titipan dari-Nya dan kapanpun bisa
saja diminta kembali. Nilai qurban adalah untuk mendekatkan diri kepada Allah
namun kita boleh berharap agar Allah membebaskan kita dari setiap bagian api
neraka dengan perantara Qurban tersebut. Dalam kitabnya, Imam Nawawi
menyinggung mengenai kesempurnaan berkurban dalam kitabnya : “tidak akan
sampai pada ridlo Allah daging-daging qurban dan darahnya kecuali dari amal-amal
yang tulus dari kalian”.
Tidak ada komentar