Mutiara Surga dibalik Kerudung - Karya : Ummi Muizzah
Jospy Arloji
08.39
0
Mutiara Surga dibalik Kerudung
Karya : Ummi Muizzah
“Aku adalah sesuatu yang kamu asingkan...
Patah hati adalah jurang dalam
Dan akulah sesuatu yang jatuh pertama kali
Sebab lepas dari genggamanmu—atau
sengaja kamu lepaskan?
Aku butuh tangan lain
Atau sekadar angin
untuk naik ke langit
atau sekedar bukit
pernah aku mimpikan kamu
sebagai tali sepatu yang
erat mengikat kaki-kakiku
tapi mimpi adalah debu
datang kemudian berlalu
ia tak nyata menjumpa mataku
yang kamu peluk erat Cuma sepatu
bukan sepasang kakiku
kamu tetap badai dan aku daun pada tangkai
rapuh dan jatuh
di jurang itu
akulah kehampaan yang kamu asingkan...”
Hafizah membaca
dengan seksama surat yang baru saja ia terima tadi pagi. Matanya sembab membaca
tiap bait puisi yang tertulis dalam surat itu. Ia merasa dirinya telah melukai
hati seorang pria, pria yang sudah tiga tahun lamanya menjadi pemilik hatinya,
namun keada’an memaksanya untuk menjauh bahkan hilang dari kehidupan pria itu.
“Zaenal, boleh aku bertanya sesuatu?”
Sambil menyunggingkan senyum Zaenal menjawab, “Tentu , Fizah mau
tanya apa? Asal jangan tanya tentang mata kuliah tadi ya, aku gak paham
soalnya, hehe”
“Emm... aku ingin bicara serius denganmu Zaenal”.
“Iya, maaf, silahkan nona cantik, abang Zaenal siap mendengarkan “.
“Sebelumnya aku ingin bertanya padamu, kenapa Allah mempertemukan
kedua insan jika pada akhirnya Allah memisahkan mereka pula?”
Zaenal hanya tersenyum, baginya perempuan yang berada di depannya
saat ini adalah perempuan istimewa dalam hidupnya. Perempuan yang sudah ia
cintai sejak ia duduk di bangku SMA
hingga saat ini saat ia sudah hampir menyelesaikan studi S2-nya perempuan itu membuatnya tak ingin berpaling
pada perempuan manapun. Zaenal tak bisa fikirkan bagaimana gilanya jika dia
kehilangan hafizah, ia teramat mencintai wanita berjilbab itu, bahkan ia berencana
hendak melamar hafizah setelah ia selesai dengan S2-nya.
“Hafizah, setiap pertemuan pasti ada perpisahan, jika Allah
mempertemukan kedua insan namun pada akhirnya mereka berpisah, mungkin Allah
bermaksud agar kita mampu saling belajar dan mengambil hikmah dari sebuah
pertemuan.”
“Seandainya hal itu terjadi pada kita, apa kamu bisa menerima
kenyata’an itu?”
“Kenapa Fizah bertanya seperti itu?”
“Enggak apa-apa”.
Zaenal kembali tersenyum dan
berkata, “Aku telah lama mencintaimu Zah, enam tahun kita bangun hubungan ini,
dan selama itu pula kamu menemaniku dari NOL hingga sekarang. Aku ingin
meresmikan hubungan kita, aku ingin menikahimu. Setelah aku selesai dengan
S2-ku kita persiapkan pernikahan kita ya?”
Hafizah tercengang mendengar pengakuan dari pria yang berada di
hadapannya itu, ia merasa tak sanggup lagi berkata, mulutnya tiba-tiba bungkam,
ia tak sanggup melihat pria dihadapannya itu kecewa jika nantinya ia harus
jujur bahwa ia telah dijodohkan dengan pria lain pilihan orang tuanya.
“Nona cantik, kok diem?”
“ha? Enggak kok, gak ada apa-apa, ya udah yuk kita pulang udah sore
nanti ibu cemas kalau kita pulang kesorean.”
“Siap nona cantik, hehe”.
Jam sudah menunjukkan
pukul 09.30, namun hafizah masih berkutat dengan komputer dan tumpukan kertas kerja
di mejanya. Ia memang sosok perempuan tangguh, bahkan hingga larut malam ia
masih harus terjaga dengan setumpuk tugas kerja. Hafizah memang sosok perempuan
yang hebat, telah menjadi tulang punggung keluarganya saat ia duduk di bangku
SMA. Ayahnya meninggal saat ia kelas satu SMA, ayahnya saat itu mengidap
penyakit TBC, karena keterbatasan biaya, ayahnya tak sempat mendapatkan
perawatan medis. Kini hafizah hanya tinggal bertiga dengan ibu dan seorang adik
perempuannya. Mereka hidup dengan penuh kesederhana’an. Ibunya hanya bekerja
sebagai penjaga kantin di sekolah dasar dekat rumahnya. Dulu saat masih SMA,
setiap pulang sekolah hafizah membantu menjajakan dagangan ibunya, sambil
berkeliling kampung dengan mengayuh sepeda tuanya, ya sepeda itu peninggalan
dari almarhum ayahnya, ia bahkan tak malu meski harus bermandi keringat setiap
hari, tak jarang pula ia bertemu teman-temannya , namun ia sama sekali tak
malu, ia justru menawarkan dagangannya. Tak hanya tangguh, hafizah juga
perempuan yang cerdas, sejak SMA hingga lulus S1 ibunya tak pernah mengeluarkan
uang sepeserpun. Ia selalu mendapat beasiswa, bahkan ia berhasil menyelesaikan
studi S1-nya hanya dalam kurun waktu tiga tahun. Tak jarang banyak sekali pria
yang berkeinginan meminangnya untuk dijadikan istri. Terutama rahardi, pria
yang baru dekat dengan hafizah itu begitu menaruh hati pada hafizah. Ia memang
baru dekat dengan hafizah, namun ia tau betul betapa sholehahnya perempuan itu.
Perempuan yang telah dijodohkan dengannya. Dulu saat ayah hafizah telah meninggal,
beliau berpesan agar hafizah menikah dengan rahardi, ayahnya ingin hafizah
memiliki pasangan yang tau agama, yang sholeh yang mampu menjaga hafizah. Ayahnya kenal betul siapa rahardi,
ia adalah anak temannya dulu, rahardi memang bukan sarjana, tapi ia lulusan
pesantren ternama di jawa timur. Sekarang rahardi menjadi guru di SMA swasta di kota Tuban, begitupun hafizah
mereka menjadi guru di satu sekolah yang sama.
“Nduk[1],
kok belum tidur?” Suara ibu tiba-tiba membangunkan lamunanku
“eh, iya buk belum ngantuk,ibuk kok belum tidur?”
“ibuk dari tadi perhatiin kamu, kelihatannya kamu gelisah kenapa
nak?”
“Ndak apa2 buk”.
“kamu jangan bohong nak, ibu tau. Coba cerita ke ibuk?”
“Emm... buk, apa fizah harus menikah dengan bang rahardi buk?”
“Ibuk sebenernya tidak maksa kamu nak, tapi kamu tau sendiri itu
wasiat dari almarhum ayah kamu, jadi ibu harap kamu mengerti, ya nak?”
“Lantas bagaimana dengan zaenal buk? Fiza hanya mencintai zaenal
buk, bukan bang rahardi!” Tak terasa air mataku menetes seketika.
“Kamu hanya butuh waktu untuk mengenal dia nak.”
“Ibuk, aku hanya mencintai zaenal buk...”
Ibu hafizah hanya terdiam. Ia mengerti perasa’an putrinya, tapi
bukan berarti ia harus menuruti keinginan putrinya itu.
“Sudah kamu tidur dulu, sudah malem saatnya tidur. Besok kamu kan
kerja. Soal rahardi kita bicarakan besok saja.”
Suasana berubah menjadi hening, hanya terdengar riuh angin yang
sembunyikan suara tangkai patah yang mendesah, atau angin gaduh yang
sembunyikan tangis daun jatuh yang mengaduh. Malam ini adalah malam yang
memilukan bagi hafizah. Ia di hadapkan pada dua pilihan tersulit dalam
hidupnya. Di satu sisi ia mencintai zaenal, tapi di sisi lain ada rahardi
lelaki pilihan orang tuanya.
“Ibuk, kaca mata
hafizah di mana ya?”
“Ibu tadi lihat di
meja kerja kamu”.
“Astagfirullah iya
buk, fizah gak lihat tadi.”
“Pasti minus kamu
nambah lagi tuh, coba dipriksakan lagi.”
“Iya buk, nanti ya
kalau fizah sudah gajian, fizah berangkat dulu ya buk.”
Dalam seulas senyum yang putrinya berikan padanya, ia merasa bahwa
putrinya sebenarnya sedang gelisah. Ia mengerti bagaimana perasa’an putrinya,
namun sekali lagi ia tak mampu jelaskan kenapa ia sendiri juga lebih menyetujui
rahardi untuk hafizah putrinya dari pada zaenal pria yang enam tahun lebih
menjadi puja’an hati putrinya.
Setibanya hafizah
di kampus, ia tak menyangka bahwa zaenal akan memberikan kejutan padanya di
hari jadi hubungan mereka yang ke-3. Zaenal memberikan setangkai mawar merah
juga sebuah kue tar berbentuk hati. Hafizah tak mampu menyembunyikan
perasa’annya, ia meneteskan air mata ketika zaenal memeluknya erat.
“Happy anniversery sayang..., makasih ya kamu udah nemenin aku
sampai tiga tahun ini, aku sangat mencintai kamu.”
“Harusnya kamu gak usah berlebihan gini Za.”
“Gak apa-apa putri cantik, ini kan hari jadi hubungan kita, aku
ingin di hari special kita ini, aku ngasih yang special juga buat kamu.”
Hafizah tak mampu lagi berkata-kata, ia hanya memberi seulas senyum
pada pria di hadapannya itu, pria yang entah bisa ia miliki atau tidak.
“Ustadzah hafizah yang cantik, hehe setelah ini kita jalan yuk.”
Hafizah mendapat pesan singkat dari zaenal. Pria itu hendak
mengajak hafizah untuk jalan-jalan. Namun hafizah tak segera mengiyakan tawaran
zaenal. Ia lebih memilih mengabaikan pesan itu. Bukan karena ia tak peduli lagi
dengan zaenal, ia masih mencintai zaenal, tetapi ia tau keadaan tak
mengizinkannya mencintai zaenal lebih lama.
Aku menggumam pada
ranting-ranting dahan
Lantas bertanya pada barisan ilalang di lahan
Adakah aku dalam sepenggal doa yang kau rapal?
Agar tak hanya hayal yang membentang
Juga mimpi yang tertahan
Adakah aku di sana?
Di tepian hatimu
Terdiam sendiri atas janji di balik kata nanti
Aku mencintaimu,
Tapi nyata hanya angan
Juga rindu hanya sebatas gurauan
Aku mencintaimu!
Dan kau tak mengerti...
Hafizah sengaja menulis puisi itu dalam wall twitternya, ia hanya
ingin mencurahkan perasa’annya. Ia merasa ia benar-benar dalam keadaan
membingungkan. Ia tau rahardi memang baik, tapi ia sama sekali tak
mencintainya. Berulangkali ia mencoba membuka hatinya untuk rahardi, namun
kenyata’annya ia tak bisa berpaling dari zaenal. Ya, pria berpawakan kurus,
berkulit putih, bermata sipit itu berhasil mencuri hatinya dan mengurungnya
hingga hafizah tak sanggup melarikan diri, bahkan dengan pria lain sekalipun.
Dalam suasana hening kota Tuban, juga dingin yang mengundang hujan, hafizah
teringat pada masa dimana ia pertama kali bertemu dengan zaenal tepatnya 8
tahun silam dimana mereka masih berada di bangku SMA.
Ketika itu mereka tengah
melakukan kegiatan ospek, hafizah yang
memang sejak awal terkenal anak jail, saat itu tengah menjaili zaenal yang
sedang berdiri di bawah pohon tiang bendera. Hafizah melempari zaenal dengan
kacang dari lantai dua, zaenal yang saat itu masih polos hanya diam tak
menanggapi kejailan hafizah, karena merasa tak berhasil menjaili zaenal,
hafizahpun berbalik arah hendak masuk kelas mengambil penghapus, dan hendak
melemparkannya pada zaenal, namun tak disangka ternyata yang di bawah tiang
bendera saat itu tak lagi zaenal melainkan bapak guru yang lewat hendak menuju
ke kelasnya. Saat itu juga hafizah ketahuan, ia pun di hukum berdiri di bawah
tiang bendera. Saat hafizah telah berdiri di bawah tiang bendera, tiba-tiba
zaenal berdiri tepat di sampingnya. Ia mengaku ia juga tengah di hukum, sebab
telah menyalakan handphone saat jam
pelajaran. Akhirnya mereka berdua bercengkrama di bawah tiang bendera, meski
panas-panasan di tengah lapangan, tapi dari situlah cerita baru di mulai,
perkenalan sederhana hafizah anak berhijab yang tomboy berkenalan dengan zaenal
anak bermata sipit, kutu buku yang culun, kisah mereka tak disangka berlangsung
hingga sekarang. Hafizah begitu mencintai zaenal, bahkan kehadiran rahardi tak mampu menggantikan posisi zaenal
di hatinya. Ia tak bisa bayangkan jika ia harus katakan jujur pada zaenal bahwa
ia akan di jodohkan dengan pria lain, ia tak bisa membayangkan betapa zaenal
akan kecewa dengan orang tuanya. Tak mudah bagi hafizah melepas hubungannya
dengan zaenal begitu saja, nama zaenal seolah telah terpatri di hatinya. Bahkan
sejauh ini, ia tak bisa berpaling lagi pada lelaki manapun, hanya pada zaenal,
hanya pada dia hafizah merasa nyaman. Dan saat ini, ia dihadapkan pada posisi
tersulit dalam hidupnya, ia harus melepaskan cintanya, cinta yang sudah ia
bangun bertahun-tahun lamanya dan harus berakhir sia-sia. Sampai detik ini
hafizah tak mengerti, mengapa ibunya tak mau mendengarkan keinginannya, mengapa
ibunya tak membatalkan perjodohannya dengan rahardi dan menerima zaenal sebagai
calon suami hafizah, toh pada kenyata’annya hafizah tak mencintai rahardi dan
sampai kapanpun ia akan tetap mencintai zaenal karena cinta memang tak bisa
dipaksakan.Hafizah berusaha berfikir keras, ia mencoba berfikir mencari cara
agar bisa membatalkan perjodohan itu. Meski sebenarnya ia sadar, perjodohan itu
telah menjadi amanat almarhum ayahnya, tapi sekali lagi hafizah benar-benar tak
sanggup melakukannya. Hatinya berontak, bersikeras menolak kehadiran rahardi
dalam hidupnya.
Di sisi lain,
rahardi merasa cemas dan gelisah, dia merasa bahwa hafizah sepertinya tak
menginginkan kehadirannya. Padahal rahardi telah jatuh cinta sejak pertama kali
ia berjumpa dengan hafizah. Masih terekam jelas di fikirannya saat-saat di mana
ia berjumpa dengan hafizah untuk yang pertama kalinya.Saat itu hafizah tengah
menjemur baju, rahardi ingat betul moment terindah itu. Bahkan ia masih ingat
bagaimana perempuan manis berhijab merah muda itu memberikan seulas senyum
manis untuknya. Saat itu rahardi tak kuasa menahan kekagumannya pada cipta’an
tuhannya yang terindah, hingga rahardi lupa bahwa ia telah memandang hafizah
dengan sangat lama. Rahardi tersenyum sendiri ketika mengingat masa-masa itu.
Tak hanya kecantikan wajah yang membuat rahardi begitu meencintai hafizah,
namun juga kecantikan hati yang dimilikinya yang membuat rahardi jatuh
sejatuh-jatuhnya pada hafizah. Hafizah bahkan dipandang oleh orang-orang di
kampungnya sebagai wanita yang sholehah, tak heran jika banyak pria di luar
sana yang hendak meminangnya. Rahardi merasa beruntung, ia menjadi pria yang
diamanatkan untuk menjadi calon suami dari wanita sholehah seperti
hafizah.Namun di sisi lain ia cemas, ia ragu, apakah hafizah mau menerimanya,
mungkinkah hafizah bersedia menjadi istrinya, apakah hafizah sudah memiliki
tambatan hati lain, ataukah belum? Berbagai pertanya’an mengepung fikirannya,
ia takut harapannya gagal, ia takut hasratnya tak berujung kenyata’an.
Perasa’an cemasnya semakin diperkuat dengan sikap hafizah yang acuh tak acuh
padanya, berbagai tawaran dan niat baik rahardi sering kali diabaikan oleh
hafizah, semisal saat itu rahardi pernah mengirimkan nasi goreng favorit
hafizah namun tak sesuap pun hafizah mau mencicipinya, alasannya saat itu
hafizah sedang puasa, padahal sebenarnya rahardi tau hafizah tidak sedang
berpuasa.Namun rahardi hanya bisa diam, ia tak ingin menuntut banyak pada hafizah, ia sadar mungkin hafizah masih
butuh waktu untuk mengenalnya lebih dalam, hingga hafizah mau menerima dirinya
sepenuhnya, dan rahardi akan terus berjuang untuk itu.
Hal yang sama juga
dirasakan oleh zaenal. Ia bingung dengan perubahan sikap hafizah akhir-akhir
ini. Ia merasa akhir-akhir ini kekasih hatinya itu lebih banyak diam dan murung
anehnya hafizah tak pernah mau menceritakan apa sebenarnya yang membuat dirinya
sedih. Namun zaenal yakin betul, ada yang hafizah sembunyikan dari dirinya tapi
apa? Zaenal mencoba menerka-nerka mungkinkah hafizah tak lagi mencintainya?
Namun itu rasanya mustahil, hafizah sendiri yang dulu pernah mengatakan bahwa
ia tak ingin berpisah dengan zaenal, hafizah juga telah berjanji padanya bahwa
ia tak kan meninggalkan zaenal, lantas apa? Apa yang sebenarnya hafizah
sembunyikan? Mungkinkah hafizah bersikap dingin padanya lantaran ia tengah
cemburu? Tapi cemburu pada siapa? Zaenal merasa selama ini hubungan mereka
baik-baik saja, ia begitu menjaga kepercaya’an hafizah, ia tak pernah mendekati perempuan lain
selaian hafizah. Baginya hafizah
sudahlah cukup, bagi zaenal hafizah adalah karunia teridah yang Allah berikan
padanya. Sudah berkali-kali zaenal menanyakan mengapa akhir-akhir ini hafizah
lebih sering melamun, dan tertutup padanya, namun tak satupun jawaban yang
zaenal peroleh. Hafizah selalu mengalihkan pembicara’an, ketika zaenal ingin
bertanya tentang hal itu. Zaenal benar-benar semakin curiga, zaenal harus
mencari cara agar ia tau apa yang membuat hati perempuan tercintainya itu
kalut.
Embun masih
mengepul di antara gerombolan daun-daun, dan pagi menyerukan dingin di antara
reranting kering. Langit kota tuban masih hitam kelam, hanya bias fajar pagi
yang menyisihkan sinar terang di ufuk barat.
Jauh sebelum itu, pemilik mata indah telah bangun lebih awal, ia telah
bangun 2 jam sebelum adzan shubuh terdengar. Mukena putih suci masih ia kenakan,
bersama butir-butir tasbih tak henti menari di antara jari-jemari lentiknya,
bibir mungilnya berbisik merapalkan lafadz dzikir pada Sang kholiq. Tiba-tiba
di tengah hening panjang, hafizah merasakan sakit di perutnya, hafizah bahkan
tak sanggup menahannya, nyeri di perutnya membuat hafizah tak sanggup berdiri
bahkan ia tertatih-tatih merangkak menuju kamar mandi, sesampainya di wastafel
ia merasa perutnya mual. Betapa terkejutnya hafizah mendapati dirinya muntah
darah, darah segar keluar dari mulutnya.
“Masya allah, apa yang sebenarnya terjadi?”
Hafizah benar-benar tercengang. Ia bingung kenapa ia bisa muntah
darah, dan perutnya terasa sakit sekali, apa yang sebenarnya terjadi? Ia merasa tak ada kemarin ia baik-baik saja,
dan bahkan sebelumnya ia belum pernah mengalami seperti ini. Sekali lagi sakit
itu kembali mengguncang perutnya dengan hebat, hafizah tak mampu menahannya, ia
kembali muntah dan mengeluarkan banyak darah. Tubuh hafizah lemas, ia tak mampu
berdiri, kakinya seolah tak mampu menopang tubuhnya. Namun ia berusaha dengan
sekuat tenaga merangkak menuju kamarnya, hingga akhirnya hafizah sampai di
tempat tidurnya. Ia tergeletak lemas tak berdaya. Hingga akhirnya ibunya
mendapati hafizah tergeletak lemas di bawah tempat tidurnya, saat ibunya
menanyakan kondisinya, hafizah lagi-lagi berbohong. Ia hanya mengatakan bahwa
ia hanya sedang tidak enak badan karena kemarin kehujanan dan masuk angin.
Namun ibunya tak langsung mempercayai pengakuan putrinya itu, karena kali ini
kondisi hafizah tak seperti biasanya, wajah putrinya saat ini terlihat sangat
pucat, lemas, kalupun masuk angin badan hafizah tak demam sama sekali. Namun
hafizah tetap meyakinkan ibunya bahwa ia baik-baik saja. Kali ini dengan senyum
manis putrinya, sang ibu kemudian percaya, sang ibu hanya berpesan agar
putrinya tak masuk kerja hari ini, agar putrinya itu istirahat di rumah.
Hafizah pun meng-iyakan permintaan ibunya, pagi itu ia tak masuk kerja.
Sebenarnya hafizah ingin tetap masuk kerja, namun ia benar-benar tak mampu
menahan nyeri di perutnya. Jangankan untuk berjalan, bahkan untuk berdiri pun
ia tak sanggup. Namun ia tak ingin ibunya tau hal ini, ia tak ingin ibunya
sedih atau bingung dengan kondinya sekarang, ia tak ingin menjadi beban fikiran
ibunya. Mungkin ia hanya kelelahan dan butuh sedikit istirrahat, tak apa untuk
pagi ini ia tak beranjak dari tempat tidur, ia hanya tak mau ibunya melihatnya
tertatih-tatih berjalan, tentu nanti ibunya kan sedih.
Rupanya kabar
bahhwa hafizah sakit, terdengar sampai ke telinga rahardi.Rahardi mendengar
kabar itu dari fatimah sahabat hafizah yang juga mengajar di tempat yang
sama. Rahardi pun kembali cemas, tak
biasanya hafizah izin karena sakit. Lantas sakit apa dia? Separah apa sakitnya,
hingga ia tak masuk kerja. Rahardi paham
betul pribadi hafizah, ia merupakan wanita yang mandiri dan kuat, bahkan
terkadang dalam kondisi sesakit apapun ia tetap memaksakan untuk berangkat ke
sekolah dan mengajari anak-anak . Tapi
kali ini benar-benar aneh, rahardi pun berinisiatif untuk menjenguk hafizah ke
rumahnya. Ia ingin memastikan bahwa hafizah baik-baik saja
Setibanya rahardi
di beranda rumah hafizah, rahardi merasa seperti berada di istana bunga. Ia di
sambut juta’an mawar berjejer di hadapannya. Juta’an bunga itu terjajar dengan
rapi, sangat mencerminkan pribadi si pemilik rumah. Rahardi tersenyum melihat
pemandangan itu, ia merasa ia semakin yakin mencintai hafizah, perempuan
sholehah perempuan baik dan rajin yang patut untuk di miliki. Sesampainya tepat
di depan pintu rumah hafizah, saat rahardi hendak mengetuk pintu, tiba-tiba pintu
telah terbuka terlebih dahulu. Rupanya ibu hafizah telah tau bahwa ada tamu di
luar rumahnya, namun tak disangka yang datang adalah rahardi calon menantunya.
Dengan segera ibu hafizah mempersilahkan rahardi untuk masuk ke dalam rumah.
Setelah dipersilahkan masuk dan duduk di ruang tamu, rahardi pun menjelaskan
tujuan kedatangannya ke rumah hafizah, bahwa sebenarnya ia mendapat kabar bahwa
hafizah tengah sakit, lantas ia datang untuk menjenguk. Ibu hafizah tersenyum
mendengar pengakuan rahardi, ia pun menjelaskan keada’an hafizah, ibunya yang
tak tau keada’an hafizah yang sebenarnya hanya mengatakan bahwa hafizah hanya
sedang tidak enak bedan dan butuh cukup
isttirahatt saja. Rahardi pun menanyakan keberada’an hafizah saat itu, dan
hendak melihat langsung keada’an hafizah. Ibu hafizah pun mempersilahkannya,
lalu menunjukan kamar hafizah. Saat ibunya mengetuk pintu dan hafizah
mengizinkan ibunya masuk, betapa kagetnya ia mendapati rahardi berdiri tepat di
belakang ibunya. Untuk apa rahardi datang menemuinya, begitulah pikirnya
hafizah saat itu.
“Nak, ini ada rahardi datang ingin menjengukmu.”
“Hafizah, apa kabar?” Sapa rahardi.
“Aku baik-baik aja mas, mas tau dari mana kalau aku lagi sakit?”
“Aku tadi menunggumu di parkiran, tapi kamu tak kunjung datang,
lantas aku tadi bertemu dengan fatimah, katanya kamu sakit dan izin gak masuk
hari ini, gimana apa kamu udah ngerasa baikan saat ini?”
“Aku hanya kurang istirahat saja kok, ndak apa-apa.”
“Apa tidak sebaiknya kita priksa ke dokter saja? Biar mas antarkan
ya?”
“Ndak, ndak usah ndak perlu aku hanya butuh istirahat saja mas.”
“Ya, sudah ini aku bawakan buah-buahan, dimakan ya, mas pamit dulu
sudah sore, assalamu’alaikum.”
“Wa’alaikum salam.”
Saat rahardi hendak keluar rumah, tiba-tiba ibu hafizah
memanggilnya,
“Nak rahardi!”
“Gheh[2]
buk, ada apa ya?”
“Bentar Nak rahardi, ibu
ingin bicara sebentar dengan nak rahardi, gimana bisa kan?”
“Sage[3]t
buk, ingin bicara apa ya?”
“Ibu ingin bicara tentang rencana pernikahan kalian, apa tidak
sebaiknya pernikahan kalian dipercepat saja?
Ibu khawatir jika ditunda-tunda malah tidak baik nantinya.”
“Tapi bagaimana dengan hafizah buk, apa dia akan setuju?”
“Soal hafizah biar ibu yang bicara”.
“Gheh buk, kalau begitu rahardi pamit dulu, assalamu’alaikum.”
“Wa’alaikum salam.”
Selepas rahardi pamitan, ibu hafizah kemudian langsung menemui
putrinya itu,
“Nduk, ibuk ingin bicara sebentar bisa?”
“Monggo buk, ingin bicara apa?”
“Sebaiknya pernikahanmu dengan rahardi dipercepat, ibu tak ingin
ada apa-apa dengan kalian, lekaslah menikah tak usah lagi kalian menuda-nunda.”
“Buk, haruskah hafizah menikah dengan mas rahardi? Sementara
hafizah tak mencintainya buk, hafizah mencintai zaenal.”
“Lupakan zaenal nak, kamu tau ini telah menjadi amanat almarhum
ayah kamu.”
“Tapi hafizah tak mencintai mas rahardi buk, hafizah tak
mencintainya...”
Seketika air mata hafizah menetes deras, membanjiri mukena putih
yang ia kenakan.
“Nak, dengarkan ibuk, cinta yang sejati hanya ada setelah akad nak, sementara cintamu
dengan zaenal bukan-lah cinta
sejati melainkan nafsu nak! Lupakan
zaenal nak, cinta yang berawal dari hal yang tak disenangi Allah, tidak akan
berakhir bahagia.”
Hafizah mengerti dengan ucapan ibunya, ia sadar bahwa selama ini
cintanya salah, ia terlalu mencintai zaenal sampai-sampai ia lupa pada dzat
sang pemilik cinta. Lantas kemudian dengan pertimbangan yang matang, hafizah
menyetujui untuk segera menikah dengan rahardi.
Selepas sholat
maghrib, terdengar suara lantunan ayat suci al-qur’an yang terdengar merdu di
balik kamar rahardi, rupanya itu adalah suara rahardi yang tengah mengaji,
الزَّنِي لاَ يَنْكِحُ إلاَّ زَانِيَةٌ أَوْ مُشْرِكَةٌ
وَالزَّانِيَةُ لاَيَنْكِحُهَا إِلاَّ زَانٍ أَوْ مُشْرِكٌ وَحُرِّمَ ذَلِكَ عَلَى
الْمُؤْمِنِيْنَ
Belum usai rahardi melanjutkan ayat berikutnya, tiba-tiba rahardi
mendapat pesan singkat dari hafizah yang menyatakan bahwa ia telah siap untuk
segera menikah dengannya.
“Assalamuu’alaikum mas rahardi, maaf jika sms hafizah mengganggu
kesibukan mas rahardi, hafizah hanya ingin menyampaikan bahwa hafizah menerima
lamaran mas rahardi, dan kedatangan mas rahardi kami tunggu di rumah kami untuk
membicarakan rencana pernikahan kita.”
Seperti mendapat jawaban dari doa-doanya, rahardi begitu bersyukur,
akhirnya hafizah menerima lamarannya. Rahardi pun segera membicarakan hal itu
pada orang tuanya.
“Alhamdulillah, terima kasih ya allah, engkau telah meengabulkan
doa-doaku.”
Syukur tak henti-hentinya rahardi ucapkan, betapa bahagianya ia,
mendapatkan hafizah dalam hidupnya, ia berjanji pada dirinya sendiri bahwa ia
tak akan pernah menyia-nyiakan karunia terindah dari Allah untuk dirinya.
Prosesi pernikahan pun akhirnya diselenggarakan, sesuai dengan
keinginan hafizah, pernikahan mereka diselenggarakan di masjid dekat rumah
hafizah. Dalam acara itu datang pula zaenal, mantan kekasih hafizah. Meski
dengan mata sayu, dengan tegar zaenal mengucapkan selamat kepada rahardi dan
hafizah, meski berat ia berusaha untuk
berlapang dada menerima kenyata’an bahwa perempuan yang ia cintai saat ini telah
sah menjadi istri orang lain. Sama seperti ucapannya dulu dengan hafizah, jika
Allah mempertemukan dua insan manusia, namun akhirnya mereka harus terpisahkan
mungkin itu memang sudah kehendaknya, dan mengapa mereka dibiarkan bersama
seolah-olah akan bersatu, mungkin itu cara Allah agar kita mampu mengambil
pelajaran dari sebuah pertemuan. Yang Allah tau apa yang terbaik untuk
hambanya. Namun pernikahan rahardi dan hafizah ternyata tak berlangsung lama,
setahun setelah mereka menikah Allah mengambil hafizah dari dekapan rahardi.
Hafizah meninggal karena penyakait kanker yang dideritanya. Sekali lagi,
begitulah rahasia Allah, Dia lebih berkuasa atas hamba-hambanya,ءٍ قَديْرِ" "إِنَّ
اللهَ عَلَى كُلِّ شَيْ
SEKIAN!!!
Tidak ada komentar