Mitologi Rindu - Karya : Minhatul Maula
Jospy Arloji
09.33
0
Mitologi Rindu
Karya : Minhatul Maula
Kala mentari telah turun kebumi. Terlihat sang dewi malam dibalik
awan. Langit tak begitu terang. Sedih yang menggelayutinya membuat sang dewi
enggan muncul kesinggasananya.
Ku termenung seorang diri, berteman sepi dan tarian pena ini. Ku
curahkan semua keluh kesahku dalam sebuah buku. Ku tak tahu apa yang harus ku
lakukan. Diriku begitu terkejut mendengar berita itu. Ya Allah . . . mengapa
secepat ini kau pisahkan kami.
“ Fina . . . . “ ku sebut pelan sebuah nama. Ku ingat semua
kenangan bersamanya. Sungguh, aku merindukan dirinya disampingku lagi. Ku buka
kembali lembar demi lembar halaman buku ini. sepatah dua patah kata ku hayati
dan kuselami skenario kehidupanku yang lalu. Kini aku tetap bertanya tentang
keberadaanya, pada bulan, pada bintang yang tak temaniku malam ini. Ku titipkan
salam lewat semilir angin sunyi. Sungguh ku merindukan dia yang telah membuat hariku penuh warna.
Suka duka canda tawanya kini kembali terngiang ditelinga.
Tak terasa gerimis turun temani sepiku. Namun aku tak sedikitpun
hiraukan rintik-rintik yang turun itu kesendirian ini membuat terlempar ke
lorong waktu. Ah kenapa secepat ini pertemuan kita kau sudahi Fina. . . lirihku
dalam hati. Fina . . . andai kita dapat
menuntaskan setiap pertemuan, kan ku katakan rindu ini serupa sebilah pedang,
ia tak melukai raga namun jiwa. Fina . . . aku masih memanggil dalam gigil. Aku
sering kali jatuh tapi aku pernah bertanya, entah pada siapa . adakah jatuh yang
membuatku bahagia.
Dan malam ini aku sadar, jatuh itu sakit dan rindu itu manis,
serupa gerimis namun ia akan usai layaknya dirimu. Fina . . . atas rindu yang
menghujam aku kirimkan adamu sebuah air mata, terimalah dan hendaknya kau jaga.
Simpanlah pada kain beludru tua, agar pada setiap jalan kau mampu mengenang
kunang-kunang malam juga cahaya yang berpendar yang menerangi malammu dalam
sendu juga dalam sepimu. Ah Fina . . . akku kembali mengutuk diriku sendiri.
Aku tahu kau pergi bukan karena luka atau duka, layaknya daun tangis daun
yang jatuh lalu luruh. Kita berpisah
karena asa, agar dongeng kita menjadi nyata. Fina . . . pergilah jauh bersama
rindu yang menderu. Usah kau tengok aku, sebab do’a-do’a yang kurapal tak luput
dari engkau.
Tak terasa gerimis mulai mereda . 3.799,9 detik aku teersadar.
Aku telah mengenangmu terlalu lama, lama
sekali. Hingga kudapati dirimu tak lagi disampingku.
Tidak ada komentar