Select Menu
Select Menu

Favourite

Artikel

Opini

Tokoh

Cerpen

Humor

Tips

Seni Budaya

Gallery


alawysyihab 17.31 1

SABAR
Oleh: Joko Supriyanto*

Pengertian Sabar
Sabar menurut bahasa berasal dari bahasa arab “abara” yang berarti mencegah atau menahan. Sedangkan menurut istilah, adalah menahan diri dari sifat kegundahan, rasa emosi, menahan lisan dari keluh kesah, menahan anggota tubuh dari perbuatan yang melanggar aturan, serta kuat dalam melawan berbagai godaan. Allah Subḥānaḥu wa Ta’ālā memerintahkan kita untuk bersabar, sebagaimana dalam firman-Nya :
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اسْتَعِينُوا بِالصَّبْرِ وَالصَّلَاةِ إِنَّ اللَّهَ مَعَ الصَّابِرِينَ.
Hai orang-orang yang beriman, mintalah pertolongan kepada Allah dengan sabar dan alat, sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang sabar.” ( QS. Al-Baqarah : 153).

Sabar, Ciri Orang Beriman
Kesabaran merupakan salah satu ciri orang beriman. Sebagian ulama’ mengatakan bahwa kesabaran itu merupakan sebagian dari wujud iman. Antara sabar dan iman mempunyai hubungan yang tidak bisa dipisahkan, bagaikan kepala dengan jasadnya. Artinya, tidak ada keimanan yang tidak disertai kesabaran, sebagaimana juga tidak ada jasad hidup yang tanpa memiliki kepala. Kesabaran seseorang akan menyempurnakan keimanannya, dan kesempurnaan tersebut telah digambarkan oleh Rasulullah Ṣallā Allāhu ‘Alayhi wa Sallama dalam hadist berikut ini:
عَنْ سُهَيْبِ رَضِيَ اللَّه عنه قَالَ ، قال رسول للَّه صلَّى اللَّه عليه وسلَّم " عَجَبًا لِاَمْرِ الْمُؤْمِنِ اِنَّ اَمْرَهُ كُلَّهُ خَيْرٌ وَلَيْسَ ذاكَ لِاَحَدٍ اِلاَّ لِلْمُؤْمِنِ اِنْ اَصَابَتْهُ سَرَّاءُ شَكَرَ فَكَانَ خَيْرًا لَهُ وَاِنْ اَصَابَتْهُ ضَرَّاءُ صَبَرَ فَكَانَ خَيْرًا لَهُ ".
“Dari Suhayb Raḍiyallāhu ‘Anhu mengatakan : Rasulullah Ṣallā Allāhu ‘Alayhi wa Sallama bersabda: “Sungguh menakjubkan perkaranya orang yang beriman, karena segala urusannya adalah baik baginya. Dan hal yang demikian itu tidak akan terdapat kecuali hanya pada orang mu’min, yaitu jika ia mendapatkan kebahagiaan, ia bersyukur, karena (ia mengetahui) bahwa hal tersebut merupakan hal yang terbaik untuknya. Dan jika ia tertimpa musibah, ia bersabar, karena (ia mengetahui) bahwa hal tesebut merupaka hal terbaik bagi dirinya. (HR. Muslim).

Rasulullah Ṣallā Allāhu ‘Alayhi wa Sallama mengambarkan bahwa orang beriman itu memiliki pesona yang menakjubkan. Pesona tersebut senantiasa memancar jika seseorang tersebut selalu berprasangka baik (positif thinking). Dia memandang segala persoalan dari sudut pandang positif, dan bukan dari sudut pandang negatifnya. Sehingga dengan demikian, apapun yang diberikan Allah kepadanya selalu disikapinya dengan sabar, arif, dan bijaksana. Contohnya, ketika seseorang mendapatkan kebaikan, kebahagiaan, kesenangan dan lain sebagainya, ia selalu bersyukur kepada Allah. Begitu pun saat ia mendapatkan musibah, duka-cita, kesedihan, kemalangan, dan hal negatif lainnya, ia akan bisa menyikapinya dengan bersabar. Ia yakin bahwa yang diberikan Allah kepada makhluk-Nya tidak akan ada yang sia-sia, atau dengan kata lain pasti ada manfaatnya. Ia akan mengartikan itu semua sebagai wujud kasih sayang Allah kepadanya. Dan memang biasanya Allah menguji kesabaran hamba-Nya melalui ujian berupa musibah yang diberikan kepadanya.

Hikmah di Balik Musibah
Ada banyak hikmah di balik musibah. Di antaranya, untuk membedakan siapa yang bertahan dan siapa yang lemah, siapa yang benar-benar beriman dan siapa yang tidak benar-benar beriman. Orang yang bertahan dalam menjalani cobaan atau ujian, ia akan keluar sebagai pemenang dan meraih derajat yang lebih tinggi. Cobaan akan menyeleksi siapa yang terbaik amal perbuatannya. Allah Subḥanaḥu wa Ta’ālā  berfirman:
.الَّذِي خَلَقَ الْمَوْتَ وَالْحَيَاةَ لِيَبْلُوَكُمْ أَيُّكُمْ أَحْسَنُ عَمَلًا وَهُوَ الْعَزِيزُ الْغَفُورُ
“(Dia) Yang menjadikan mati dan hidup, supaya Dia menguji kamu siapa di antara kamu yang lebih baik amalnya. Dan Dia Maha Perkasa lagi Maha Pengampun.”  ( QS. Al-Mulk : 2).

Ujian termasuk hikmah (kebijaksanaan) yang agung dari Allah. Bayangkanlah jika hidup ini berjalan datar, selalu damai, tenang, dan serba menyenangkan. Tentu manusia tidak akan pernah mengerti arti hidup, dan tidak memiliki tujuan yang jelas. Keadaan yang demikian itu justru membuatnya lupa daratan dan mudah lupa dengan Allah.

Fir’aun, yang konon katanya tidak pernah sakit dan setiap keinginannya selalu tercapai, justru akhirnya ia menjadi sombong. Puncak kesombongannya adalah ia mengikrarkan diri sebagai Tuhan. Akibatnya dia ditenggelamkan Allah di laut Merah. Oleh karena itu, ketika kita mengalami kemudahan dan merasakan kesenangan terus menerus, hendaknya lebih berhati-hati. Karena di situlah orang mudah terlena dan lupa kepada Allah Subḥanaḥu wa Ta’ālā.

Hikmah lain di balik musibah ialah sebagaimana perkataan ulama’, “Engkau tidak akan merindukan surga kecuali ketika engkau merasakan pahitnya dunia.” Surga di sini bisa juga diartikan sebuah kesuksesan. Jadi, kita tidak akan sampai kepada kesuksesan jika tidak melalui kepahitan.

Ada sebuah ungkapan, “Seberapa besar penderitaanmu maka sebesar itulah kebahagiaanmu.” Maka dengan demikian, setiap cobaan yang kita alami jangan dianggap sebagai penghalang. Tapi jadikan motifasi untuk meraih kesuksesan yang lebih besar lagi, sehingga bisa membuat kita lebih semangat. Orang yang sering tertimpa musibah akan menjadi lebih dewasa dan bijak dalam menjalani hidup ini. Ia akan  menganggap musibah sebagai suatu anugerah. Seperti halnya orang ufī, mereka justru merindukan ujian dari Allah. Sebab, mereka khawatir menjadi hamba yang lupa jika Allah tidak mengujinya.

Oleh karena itu, berbagai musibah yang mereka alami justru menyebabkan mereka selalu ingat. Tujuan Allah memberi cobaan adalah untuk mengetahui benar-benar taat atau tidaknya seorang hamba. Selain itu, musibah juga bisa menjadikan mereka pandai bersyukur atas nikmat yang diberikan-Nya. Mereka juga ikhlas terhadap semua kehendak-Nya. Dengan begitu, selamanya mereka selalu dekat dengan Allah Subḥanaḥu wa Ta’ālā. Musibah bagi orang-orang ufī adalah berkah. Sedang bagi orang awam, musibah dianggap sebagai malapetaka.

Diceritakan bahwa Ummu Salamah Raiya Allāhu ‘Anhā kehilangan suaminya yang bernama Abu Salamah karena mati shahīd dalam perang Badar. Kita tahu bahwa barang siapa yang mati di perang Badar, maka Allah akan mengampuni dosa-dosanya. Sebagaimana sabda Rasulullah: “Jika Allah muncul kepada Ahli Badar maka Dia akan berkata: Lakukan apa yang kalian kehendaki, Aku telah mengampuni kalian.”

Mendengar suaminya terbunuh, Ummu Salamah mengucapkan Innā lillāhi wa Innā Ilayhi Rāji’ūna. Kemudian dirangkai dengan doa, “Wahai Allah, berilah aku pahala dalam musibah ini dan berikanlah yang lebih baik darinya.” Dan benar, Allah ternyata memberikan kebahagiaan kepada Ummu Salamah setelah ia melalui cobaan itu. Allah benar-benar mengganti Abu Salamah dengan yang lebih baik lagi, yaitu dinikahinya Ummu Salamah oleh Rasulullah Ṣallā Allāhu ‘Alayhi wa Sallama.

Cara Menyikapi Musibah
Hendaknya kita bersikap tegar dalam menghadapi segala musibah. Jangan berkeluh kesah kepada manusia, karena hal itu menandakan jiwa kita rapuh. Boleh memberitahukan apa yang kita alami kepada orang lain, tetapi bukan dengan berkeluh kesah. Seperti orang sakit mengadukan keadaannya kepada dokter, maka hal ini boleh. Atau saat ditimpa musibah berat, kemudian mengumpulkan sanak keluarganya untuk musyawarah bagaimana jalan keluar dalam menghadapi musibah itu.

Berkeluh kesah kepada Allah juga merupakan sikap yang tidak sabar. Namun jika berdoa, “Ya Allah berilah aku pahala dari musibahku, dan berilah yang terbaik bagiku.” Maka hal itu merupakan sikap ikhlas dalam menerima musibah. Wallāhu A’lam.

*Mahasiswa Semester III STAI AL-ANWAR.

Mutiara  Syaikhina
Wong ngalim iku mesti kepenak, dene ora kepenak mergo ora patek ngalim. Pinter iku kawitane soko moco, mergo wong iku pinter disek lagi iso terampil”.
                                                                                    (KH. Maimoen Zubair)

«
Next
Posting Lebih Baru
»
Previous
Posting Lama

1 komentar SABAR