MENGEMBALIKAN HAK DAN NILAI QURBAN
Unknown
16.04
0
oleh : Iid
Muhyiddin
Cerita tentang Nabi
Ibrahim dan Nabi Ismail yang sudah tak
asing lagi kita dengar dan baca, seolah kembali terangkat di bulan Dzulhijjah,
ketika musim qurban tiba. Begitu juga pembicaraan masyarakat dan media-media selalu
berulang pada topik seputar Qurban seperti mengenai harga hewan qurban
melonjak, keramaian pasar hewan meningkat pesat dan lainya. Media televisipun
berlomba-lomba memberitakan publik figure yang beramai-ramai mempersiapkan
qurban, mulai dari kalangan artis cilik, artis senior, penyanyi, kepala daerah
hingga politisi-politisi. Hal tersebut menunjukkan nilai keagamaan di
masyarakat tidak berkurang, syiar
keagamaan tidak meredup dan kesadaran untuk berbagi dengan orang yang kurang
mampu terus terbangun. Namun terkadang pesan yang tersirat belum benar-benar
sampai pada orang yang berqurban tersebut, kebanyakan masyakat hanya mengetahui
hukum berqurban dari dongeng belaka, tanpa mengetahui hikamh yang sebenarnya
dapat mereka ambil.
Idul Adha membawa kita
mengingat kembali akan peristiwa sejarah Nabi Ibrahim, Hajar dan putranya (nabi
Ismail) yang diabadikan di dalam kitab suci Al-Qur’an, yang mana napak
tilas-nya menjadi awal tuntunan untuk udhiyah (menyembelih hewan qurban). Sudah
lazim keluarga yang telah terbangun mendambakan hadirnya buah hati, begitu juga
Nabi Ibrahim yang telah berpuluh-puluh tahun menikah dengan siti Syarah namun
tidak kunjung memperoleh buah hati, hingga akhirnya siti Syarah mengusulkan
suaminya untuk menikahi siti hajar, dari pernikahan dengan istri kedua inilah
Nabi Ismail lahir. Saat Nabi Ismail menginjak usia remaja, Sang Bapak diminta
untuk menyembelih anak yang disayanginya sebagai bentuk pengorbanan kepada
Tuhan. Dengan keikhlasan dan keyakinan yang kuat Keduanya rela melaksanakan perintah tersebut. Tuhan
pun mengganti pengorbanan tersebut dengan kambing.
Pengorbanan tersebut
tidak lain untuk nusuk atau qurban (ibadah untuk mendekatkan diri kepada Allah)
semua itu mengajarkan kita agar rela menyerahkan apa yang dicintai untuk
dikembalikan kepada Sang Pemilik, yaiut Allah SWT, segala apapun yang kita
miliki merupakan titipan dari-Nya dan kapanpun bisa saja diminta kembali. Nilai
qurban adalah untuk mendekatkan diri kepada Allah namun kita boleh berharap
agar Allah membebaskan kita dari setiap bagian api neraka dengan perantara
Qurban tersebut. Dalam kitabnya, Imam Nawawi menyinggung mengenai kesempurnaan
berkurban dalam kitabnya : “tidak akan sampai pada ridlo Allah daging-daging
qurban dan darahnya kecuali dari amal-amal yang tulus dari kalian”.
Tidak ada komentar